A. MATERIALITAS
Materialitas memberikan suatu pertimbangan penting dalam menentukan jenis laporan audit mana yang tepat untuk diterbitkan dalam suatu kondisi tertentu. FASB 2 (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitas sebagai berikut :
“Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi keuangan yang dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya, membuat hal itu memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh seorang yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”
Bila definisi FASB dibaca secara seksama akan menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh para auditor dalam menerapkan prinsip materialitaas ini dalam prakteknya. Definisi tersebut menekankan kepada para pengguna laporan yang menyandarkan diri mereka kepada laporan keuangan dalam membuat berbagai keputusan. Oleh sebab itu, para auditor harus memiliki pengetahuan tentang pihak-pihak yang akan memanfaatkan laporan keuangan klien mereka serta keputusan-keputusan apakah yang akan dibuat.
Tanggung jawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian yang material. Jika auditor memutuskan bahwa terdapat suatu salah saji yang material, maka ia akan menunjukannya pada sang klien sehingga kesalahan tersebut dapat dikoreksi. Jika sang klien menolak untuk mengoreksi kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan, maka suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar harus diterbitkan, tergantung pada tingkat materialitas dari kesalahan penyajian tersebut.
Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya dalam penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
- Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini kedalam segmen-segmen
- Mengestimasi totoal kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen
- Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan
- Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat meterialitas
Tahap 1 dan 2 dilaksanakan sebagai bagian dari proses perencanaan serta merupakan topik-topik utama dalam pembhasana materialitas (perencanaan tentang rentang uji audit). Tahap 3,4 dan 5 dilaksanakan sebagai bagian dari proses evaluasi hasil-hasil yang diperoleh dari uji-uji audit yang telah dilakukan.
B. MENETAPKAN PERTIMBANGAN AWAL TENTANG TINGKAT MATERIALITAS
Idealnya, auditor, pada awal masa penugasan audit, terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material. Pertimbangan ini disebut pertimbangan awal tentang tingkat materialitas (preliminary judgment about materiality) karena pertimbangan ini merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama masa penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti audit yang memadai yang harus dikumpulkan.
Auditor seringkali mengubah kembali pertimbangan awalnya tentnag tingkat materialitas selama berlangsungnya proses audit. Ketika hal tersebut dilakukan, pertimbangan yang baru itu disebut revisi atas pertimbangan tentang materialitas. Alasan-alasan dipergunakannya revisi pertimbangan dapat mencakup karena adanya perubahan salah satu faktor yang dipergunakan dalam menetukan pertimbangan awal atau karena adanya kebijaksanaan akibat dari auditor bahwa pertimbangan awal ternyata bernilai terlalu besar atau terlalu rendah.
BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTIMBANGAN
Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetapan pertimbangan tersebut akan dibahas dalam subbab berikut :
1. Materialitas lebih merupakan Konsep yang Relatif bukannya Absolut
Kesalahan penyajian atas besaran tertentu mungkin saja bersifat material bagi perusahaan skala kecil, sedangkan kesalahan penyajian dengan jumlah dolar yang sama, bagi perusahaan lainnya yang berskala besar, dapat bersifat tidak material. Oleh karena itu tidaklah mungkin menetapkan panduan atas beberapa nilai dolar untuk pertimabngan awal tentang tingkat materialitas yang dapat diterapkan bagi semua klien audit.
2. Sejumlah Dasar Pertimbangan Diperlukan untuk Mengevaluasi Tingkat Materialitas
Karena tingkat materialitas ini bersifat relatif, adalah hal yang wajib untuk memiliki sejumlah dasar pertimbangan agar dapat menentukan apakah kesalahan penyajian tersebut bernilai material. Laba bersih sebelum pajak umumnya merupakan dasar pertimbangan utama yang digunakan untuk menetukan tingkat materialitas karena item ini dianggap sebagai item penting dalam penyediaan informasi kepada para pengguna laporan keuangan. Contoh-contoh item yang dijadikan dasar pertimbangan lainnya adalah nilai penjualan bersih, laba kotor, serta total aktiva. Dalam membangun suatu dasar pertimbangan, merupakan hal yang penting pula untuk memutuskan apakah kesalahan saji yang ada, secara material, dapat mempengaruhi kewajaran dari berbagai dasar pertimbangan lainnya yang mungkin dipilih seperti aktiva lancar, total aktiva lancar, total aktiva, kewajiban lancar dan modal pemegang saham.
3. Faktor-faktor Kualitatif pun Mempengaruhi Tingkat Materialitas
Beberapa jenis salah saji tertentu seringkali lebih penting bagi para pengguna laporan dibandingkan dengan sejumlah salah saji jenis lainnya, walaupun jika ternyata nilai dolar dari seluruh salah saji tersebut sama nilainya, contoh:
§ Nilai-nilai yang melibatkan kecurangan seringkali dianggap lebih penting daripada sejumlah nilai yang sama tetapi diakibatkan oleh kekeliruan yang tidak disengaja karena perbuatan kecurangan tersebut merefleksikan kejujuran serta reliabilitas manajemen atau karyawan lainnya yang terlibat
§ Kesalahan penyajian yang kecil dapat bersifat material jika terdapat kemungkinan timbulnya berbagai konsekuensi atas sejumlah kewajiban kontrak.
§ Kesalahan penyajian yang sebenarnya tidak material dapat berubah menjadi material jika kesalahan penyajian tersebut mempengaruhi tren pendapatan.
C. MENGALOKASIKAN PERTIMBANGAN AWAL TINGKAT MATERIALITAS SEGMEN (Salah Saji yang Masih Dapat Ditoleransi)
Selama masa perencanaan, dapat mengalokasikan materialitas awal pada berbagai segmen dari proses audit. Alokasi pertimbangan awal tingkat materialitas ke segmen-segmen (tahap ke-2 dalam penerapan materialitas) merupakan hal yang wajib dilakukan karena bukti-bukti audit terkumpul berdasarkan segmen bukannya terkumpul berdasarkan laporan keuangan secara keseluruhan. Jika auditor telah memiliki pertimbangan awal tentang tingkat materialitas tiap segmen, pertimbangannya tersebut akan sangat membantu auditor dalam memutuskan bukti audit apa yang yang tepat untuk dikumpulkan.
Mayoritas praktisi mengaokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca daripada mengalokasikannya ke akun-akun laporan laba rugi. Sebagian besar slah saji yang terkandung dalam laporan laba rugi memiliki tingkat pengaruh yang sama besar dengan akun-akun neraca, akibat dari berlakunya sistem pembukuan double-entry. Oleh karena itu, auditor dapat mengalokasikan tingkat materialitas baik ke akun-akun laporan laba rugi atau ke akun-akun neraca.
Pada saat auditor mengalokasikan pertimbangan awal tingkat materialitas ini ke saldo akun-akun, maka tingkat materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu dibahas dalam SAS 39 (AU 350) dinyatakan sebagai salah saji yang masih dapat ditoleransi (tolerable misstatment) .
Terdapat tiga kesulitan utama dlam upaya mengalokasikan tingkat materialitas ke akun-akun neraca (segmen-segmen): auditor memiliki ekspektasi bahwa sejumlah akun tertentu mengandung lebih banyak salah saji daripada akun-akun lainnya, baik salah saji lebih (overstatment) maupun salah saji kurang (understatement) harus tetap dipertimbangkan, dan biaya-biaya audit secara relatif mempengaruhi pengalokasian ini.
ILUSTRASI ALOKASI
Tabel 1-1 mengilustrasikan pendekatan alokasi yang dilaksanakan oleh auditor senior,Fran Moore, atas penugasan audit pada Hillsburg Hardware Co. Tabel tersebut mengikhtisarkan akun-akun neraca, menggabungkan sejumlah akun tertentu, serta menampilkan alokasi dari total tingkat materialitas sebesar $737,000 (10% dari nilai pendapatan operasional). Pendekatan alokasi yang dilakukan oleh Moore bagi Hillsburg Hardware Co. Adalah dengan mempergunakan pertimbangan profesional dalam pengalokasian pada akun-akun, dengan mengacu pada dua batasan ketentuan yang dikembangkan oleh KAP Berger dan Anthony:
Tabel 1-1
| Neraca 31-12-02 (dalam ribuan) | Salah saji yang masih Dapat Ditoleransi (dalam ribuan) |
Kas | $828 | $10 (a) |
Piutang Dagang | 18,957 | 442 (b) |
Persediaan | 29,865 | 442 (b) |
Aktiva Lancar Lainnya | 1,377 | 100 (c) |
Aktiva Tetap | 10,340 | 80 (d) |
Total Aktiva | $61,367 | |
Utang Dagang | $4,720 | 180 (e) |
Surat Utang-total | 28,300 | - (a) |
Utang upah dan utang atas pajak upah | 1,470 | 100 (c) |
Utang bunga dan Utang Deviden | 2,050 | - (a) |
Kewajiban Lainnya | 2,364 | 120 (c) |
Modal Saham dan agio modal saham | 8,500 | - (a) |
Laba ditahan | 13,963 | NA (f) |
Total Kewajiban dan Modal | $61,367 | $1,474 (f) |
NA= tidak dapat diterapkan
a) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil atau nol, karena akun dapat diaudit selengkapnya dengan tingkat biaya audit yang rendah dan tidak diharapkan terdapat suatu salah saji sekecil apapun.
b) Nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar karena akun berskala besar dan diperlukan sampling yang ekstensif untuk mengaudit akun tersebut.
c) Sebagai suatu persentasi dari akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai besar, karena akun dapat diuji dengan pengeluaran biaya yang sangat rendah, barangkali dengan mempergunakan prosedur analitas, jika ternyata salah saji yang masih dapat ditoleransi tersebut bernilai besar.
d) Sebagai salah satu persentase dari akun, nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai kecil, karena mayoritas saldo berada dalam akun tanah dan bangunan, yang saldonya masih tidak berubah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan tidak perlu diaudit.
e) Salah saji yang masih dapat ditoleransi bernilai cukup besar karena secara relatif, diperkirakan terdapat sejumlah besar salah saji.
f) Tidak dapat diterapkan – laba ditahan merupakan suatu akun residu yang akan dipengaruhi oleh nilai bersih salah saji yang terkandung dalam akun-akun lainnya.
Salah saji yang masih dapat ditoleransi bagi setiap akun tidak boleh melebihi 60% dari nilai pertimbangan awal (60% dari $737,000 = $442,000, dibulatkan) dan total dari seluruh nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi tidak boleh melebihi dua kali nilai pertimbangan awal tentang tingkat materialitas.
Alasan atas ketentuan pertama adalah untuk menjaga auditor agar tidak mengalokasikan seluruh nilai total tingkat materialitas ke dalam satu akun saja. Jika umpamanya, nilai pertimbangan awal sebesar $737,000 dialokasikan semua pada akun piutang dagang, maka suatu salah saji senilai $737,000 yang terdapat dalam akun tersebut akan dinyatakan masih dapat diterima.
Terdapat dua alasan mengapa nilai total salah saji yang masih dapat ditoleransi, diperkenankan melebihi nilai materialitas keseluruhan. Pertama, tidaklah mungkin bahwa semua akun akan mengandung salah saji dengan nilai sebesar nilai slah saji yang masih dapat ditoleransinya. Kedua, beberapa akun cenderung mengandung salah saji lebih (overstated), sementara beberapa akun lainnya cenderung mengandung salah saji kurang (understated), yang mengakibatkan dalam suatu nilai bersih yang cenderung lebih rendah daripada nilai total materialitas.
Pada prakteknya, seringkali merupakan hal yang sulit untuk meramalkan akun-akun mana saja yang paling mungkin mengalami salah saji dan apakah salah saji yang terjadi tersebut merupakan salh saji lebih atau salah saji kurang. Oleh karena itu, merupakan suatu pertimbangan profesional yang sulit untuk melakukan alokasi atas pertimbangan awal tentang tingkat materialitas kepada masing-masing akun. Sehingga banyak kantor akuntan publik mengembangkan suatu panduan yang ketat serta berbagai metode statistika yang canggih untuk melakukan hal tersebut.
Dengan demikian, tujuan dari pengalokasian pertimbangan awal tentnag tingkat materialitas pada akun-akun neraca adalah untuk membantu auditor memutuskan jenis bukti audit yang tepat untuk dikumpulkan bagi setiap akun.
D. MENGESTIMASI NILAI SALAH SAJI SERTA MEMBANDINGKANNYA DENGAN NILAI PERTIMBANGAN AWAL
Estimasi salah saji dihitung berdasarkan uji-uji audit yang sebenarnya. Asumsikan, bahwa dalam melakukan audit atas persediaan, auditor menemukan nilai salah saji bersih sebesar $3,500 dalam sebuah sampel yang berukuran $50,000 atas total populasi sebesar $450,000. Salah satu cara untuk menghitung estimasi salah saji ini adalah dengan membuat suatu proyeksi langsung dari sampel yang ada pada populasi serta dengan menambahkan suatu estimasi atas sampling error. Perhitungan dari proyeksi langsung atas estimasi salah saji adalah :
Nilai salah saji yang
terkandung dalam sampel ($3,500) X Total nilai populasi yang = proyeksi langsung atas
Total sampel ($50,000) tercatat ($450,000) estimasi salah saji ($31,500)
Tabel 1-2 (Ilustrasi Perbandingan Total Estimasi Salah Saji dengan Nilai Pertimbangan Awal Materialitas)
Akun | Nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi | Proyeksi langsung | Sampling Error | Total |
Kas | $4,000 | $0 | $NA | $0 |
Piutang dagang | 20,000 | 12,000 | 6,000 | 18,000 |
Persediaan | 36,000 | 31,500 | 15,750 | 47,250 |
Total nilai estimasi salah saji | | $43,500 | $16,800 | $60,300 |
Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas | $50,000 | | | |
Proyeksi langsung atas piutang dagang sebesar $12,000 tidak diilustrasikan. Taksiran atas sampling error dapat dihasilkan karena auditor hanya melakukan sampel atas suatu bagian populasi saja. Dalam contoh diatas, taksiran atas sampling error diasumsikan sebesar 50% dari proyeksi langsung atas nilai salah saji yang terkandung dalam akun-akun yang uji auditnya dilakukan dengan mempergunakan sampling (piutang dagang dan persediaan).
E. RISIKO
Terdapat hubungan yang erat antara materialitas dan resiko. Dalam contoh Tabel 9-1, auditor telah membuat estimasi sampling error sebesar $6,000 atas akun piutang dagang, yang dipergunakan dalam mengihitung total estimasi salah saji sebesar $18,000 untuk kemudian dipergunakan sebagai perbandingan dengan nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi sebesar $20,000. nilai kesalahan sampling sebesar $6,00 ini mengandung suatu risiko atas pelaksanaan sampling. Hal ini hanya merupakan salah satu dari sejumlah jenis risiko yang harus diketahui oleh editor.
Auditor mengenali, umpamanya, bahwa terdapat suatu ketidakpastian tentang kompetensi bukti, ketidakpastian tentang efektivitas dari pengendalian intern yang dimiliki klien, serta ketidakpastian tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar pada saat audit telah dilakukan.
Ilustrasi yang Berkaitan dengan Sejumlah Risiko dan Bukti
Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasikan lebih jauh potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka paling mungkin terjadi. Sebelum mulai membahas model risiko audit, suatu ilustrasi tentang sebuah perusahaan hipotesis telah disajikan dalam Tabel 9-2 sebagai suatu kerangka referensi atas pembahasan yang akan dilakukan.
Pertama-tama, tabel ini menampilkan adanya berbagai perbedaan dalam frekuensi dan ukuran atas perkiraan salah saji pada berbagai siklus (A). Dipercaya bahwa efektivitas pengendalian intern dalam kelima siklus saling berbeda (B). Pada akhirnya, auditor memutuskan suatu tingkat kesediaan yang rendah akan kemungkinan masih terdapatnya salah saji material setelah proses audit atas kelima siklus tersebut selesai seluruhnya (C). Beberapa pertimbangan sebelumnya (A,B,C) akan mempengaruhi keputusan auditor tentang rentang yang tepat untuk pengumpulan bukti audit (D).
Tabel 9-2 | Ilustrasi Perbedaan Bukti Berbagai Siklus | ||||
| Siklus Penjualan dan Penagihan | Siklus Pengadaan dan Pembayaran | Siklus Pengupahan dan Personalia | Siklus Persediaan dan Pergudangan | Siklus Penghimpunan Modal dan Pembayarannya Kembali |
A Penilaian auditor tentang ekspektasinya atas salah saji material sebelum mempertimbangkan pengendalian intern (resiko inhern) | Diperkirakan terdapat sejumlah salah saji (sedang) | Diperkirakan terdapat banyak salah saji (tinggi) | Diperkirakan terdapat sedikit salah saji (rendah) | Diperkirakan terdapat banyak salah saji (tinggi) | Diperkirakan terdapat sedikit salah saji (rendah) |
B Penilaian auditor tentang efektivitas pengendalian intern untuk mencegah atau mendeteksi salah saji material (resiko pengendalian) | Tingkat efektivitas sedang (sedang) | Tingkat efektivitas tinggi (rendah) | Tingkat efektivitas tinggi (rendah) | Tingkat efektivitas rendah (tinggi) | Tingkat efektivitas sedang (sedang) |
C Kesediaan auditor untuk mengijinkan munculnya salah saji material setelah ia menyelesaikan proses audit (resiko akseptibilitas audit) | Tingkat kesediaan rendah (rendah) | Tingkat kesediaan rendah (rendah) | Tingkat kesediaan rendah (rendah) | Tingkat kesediaan rendah (rendah) | Tingkat kesediaan rendah (rendah) |
D Rentang bukti audit yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan (resiko deteksi terencana / planned detection risk) | Tingkat menengah (sedang) | Tingkat menengah (sedang) | Tingkat rendah (tinggi) | Tingkat tinggi (rendah) | Tingkat menengah (sedang) |
Model Risiko Audit untuk Perencanaan
Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko yang ada dalam merencanakan bukti audit yang akan dikumpulkan adalah melalui penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber dari model risiko audit ini adalah literatur profesional yang terdapat dalam SAS 39 (AU 350) tentang sampling audit serta dalam SAS 47 (312) tentang materialitas dan risiko.
Model risiko audit ini umumnya dipergunakan bagi berbagai tujuan perencanaan untuk memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan pada setiap siklusnya. Model ini umunya dinyatakan sebagai berikut :
PDR = AAR
IR x CR
di mana :
PDR : planned detection risk (risiko deteksi terencana)
AAR : acceptable audit risk (risiko akseptibilitas audit)
IR : inheren risk (risiko inheren)
CR : control risk (risiko pengendalian)
Contoh siklus persediaan dan pergudangan yang tersaji dalam Tabel 9-2
IR = 100 %
CR = 100 %
AAR = 5%
PDR = 0.05 = 0.05 atau 5%
1.0 x1.0
JENIS-JENIS RISIKO
- Planned Detection Risk
Planned detection risk (risiko deteksi terencana) merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji semacam itu ada. Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana ini. Pertama, risiko ini tergantung pada ketiga factor lainnya yang terdapat dalam model. Risiko terdeteksi hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada salah satu dari ketiga factor lainnya. Kedua, risiko ini menentukan nilai bukti substantive yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi rencana itu sendiri.
- Risiko Inheren
Risiko inheren (inherent risk) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material (kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan dari pengendalian intern yang ada. Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji yang material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. Pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan nilai risiko inheren karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian. Hubungan antara risiko inheren dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit yang direncanakan adalah risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
- Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang dipergunakan oleh auditor untuk menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak terdeteksi olegh pengendalian intern yang dimiliki klien. Risiko pengendalian ini memperlihatkan (1) penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji, dan (2) kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada dibawah nilai maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya. Semakin efektif pengendalian intern, maka semakin rendah pula factor risiko yang dapat dibebankan pada risiko pengendalian.
Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren dan risiko pengendalian. Kombinasi risiko inheren dan risiko pengendalian ini dapat dianggap sebagai suatu ekspektasi atas nilai salah saji setelah mempertimbangkan pengaruh dari pengendalian intern. Sama dengan yang terjadi pada risiko inheren, hubungan antara risiko pengendalian dan risiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara risiko pengendalian dan bukti subtantif merupakan hubungan yang searah.
- Risiko Akseptibilitas Audit
Risiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih rendah, hal tersebut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang material. Risiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat risiko sebesar 100 persen berarti benar-benar tidak yakin.
Seringkali, auditor membuat istilah itu dengan audit assurance, overall assurance, atau tingkat keyakinan bukannya risiko akseptabilitas audit. Audit assurance atau istilah-istilah lainnya yang ekuivalen merupakan pelengkap dari risiko akseptabilitas audit, yaitu sama dengan, satu dikurangi risiko akseptabilitas audit. Konsep risiko akseptabilitas audit dapat dipahami dengan lebih mudah dengan cara membayangkan penerapan ini pada suatu audit yang berjumlah besar. Dengan mempergunakan model risiko audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah antara risiko akseptabilitas audit dan risiko deteksi terencana, serta hubungab yang saling berlawanan antara risiko akseptabilitas audit dan bukti audit yang direncanakan.
MENILAI RISIKO AKSEPTABILITAS AUDIT
Auditor harus memutuskan tingkat risiko akseptabilitas audit yang tepat bagi suatu audit, dan hal ini lebih baik dilakukan selama fase perencanaan audit. Pertama, auditor harus memutuskan tingkat risiko bisnis serta menggunakan risiko bisnis ini untuk memodifikasi tingkat risiko akseptabilitas audit.
Pengaruh Risiko Perjanjian pada Risiko Akseptabilitas Audit
Risiko perjanian (engagement risk) adalah risiko yang akan diderita oleh auditor atau firma audit akibat hubungan dengan klien, walaupun laporan audit yang dibuat bagi klien tersebut telah dibuat dengan benar.risiko perjanjian sangatlah berkaitan dengan risiko bisnis klien.
Para auditor belum memiliki kesepakatan tentang apakah risiko bisnis harus turut dipertimbangkan dalam merencanakan audit. Para oposan atas pernyataan untuk memodifikasi bukti audit bagi risiko bisnis berpendapat bahwa auditor tidak menyediakan sejumlah pendapat audit yang berbeda bagi setiap tingkat keyakinan yang berbeda pula sehingga auditor pun tidak perlu menyediakan tingkat keyakinan yang lebih rendah atau lebih tinggi hanya karena adanya risiko perjanjian. Sedangkan para pendukung pernyataan ini berpendapat bahwa merupakan hal yang tepat bagi para auditor untuk mengumpulkan sejumlah bukti tambahan, menugaskan para staf yang memiliki lebih banyak pengalaman, serta melakukan review yang lebih mendalam pada penugasan audit yang memiliki potensi hukum yang tinggi, sepanjang tingkat keyakinan yang ingin dicapai tidak diturunkan hingga di bawah suatu tingkat keyakinan yang wajar pada saat tingkat risiko perjanjian yang dimiliki rendah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Akseptabilitas Audit
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi risiko perjanjian dan selanjutnya mempengaruhi risiko akseptabilitas audit pula, diantaranya :
Derajat Kebergantungan Para Pengguna Eksternal pada Laporan Keuangan
Sejumlah faktor yang merupakan indikator yang baik atas derajat kebergantungan para pengguna eksternal pada laporan keuangan adalah :
· Ukuran usaha klien. Ukuran usaha klien, yang diukur dengan mempergunakan total aktiva atau total pendapatan, akan memberikan pengaruh [ada risiko akseptabilitas audit.
· Distribusi kepemilikan. Laporan keuangan perusahaan piblik (PT terbuka) umumnya dipergunakan oleh lebih banyak pengguna daripada laporan keuangan perusahaan nonpublik. Bagi perusahaan-perusahaan semacam ini, pihak-pihak yang berkepentingan atas laporan keuangan termasuk pula SEC, para analis keuangan serta masyarakat umum.
· Sifat dan nilai kewajiban. Jika laporan keuangan mengandung nilai kewajiban yang besar, laporan keuangan tersebut memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk dipergunakan secara luas oleh para kreditur, baik yang telah ada sekarang maupun para calon kreditur, daripada jika laporan keuangan tersebut hanya mengandung kewajiban yang kecil.
Kemungkinan bahwa Klien akan Mengalami Kesulitan Keuangan Setelah Penerbitan Laporan Audit
Beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik atas peningkatan kemungkinan tersebut adalah :
· Posisi likuiditas. Jika secara konstan, klien mengalami kekurangan kas serta modal kerja, maka hal tersebut dapat mengindikasikan masalah dalam melunasi tagihan-tagihannya di masa yang akan datang. Auditor harus menilai kemungkinan tersebut serta signifikansi penurunan yang terus menerus atas posisi likuiditas.
· Laba (rugi) pada tahun-tahun sebelumnya. Jika perusahaan mengalami penurunan laba yang cepat atau mengalami kenaikan kerugian selama beberapa tahun terakhir, auditor harus mulai mengenali sejumlah masalah solvabilitas yang mungkin akan dialami klien di masa yang akan datang.
· Metode pembiayaan pertumbuhan. Semakin klien menyandarkan dirinya pada utang sebagai alat pembiayaan, semakin besar risiko kesulitan keuangan yang akan dihadapinya jika kegiatan operasi klien kurang berhasil.
· Sifat operasi klien. Beberapa jenis bisnis tertentu memiliki risiko inheren yang lebih besar daripada sejumlah bisnis lainnya.
· Kompetensi manajemen. Kemampuan manajemen ini harus dinilai sebagai bagian dari evaluasi atas kemungkinan terjadinya kebangkrutan.
Evaluasi Auditor atas Integritas Manajemen.
Jika klien memiliki integritas yang patut dipertanyakan, maka auditor kemungkinan besar akan menentukan tingkat risiko akseptabilitas audit yang lebih rendah. Perusahaan-perusahaan dengan integritas yang rendah seringkali melaksanakan kegiatan bisnis mereka dalam suatu tindakan yang dapat mengakibatkan sejumlah konflik dengan para pemegang saham mereka, para agen pemerintah, serta para pelanggan. Pada akhirnya, berbagai konflik ini seringkali tercermin pada pemahaman para pengguna laporan akan kualitas dari audit yang dilaksanakan serta dapat mengakibatkan sejumlah gugatan hukumm serta sejumlah ketidaksepakatan lainnya.
Tabel 9-3 | Metode-metode yang Dipergunakan oleh Para Praktisi untuk Menilai Risiko Akseptabilitas Audit |
Faktor-faktor | Metode-metode yang Dipergunakan untuk Menilai Risiko Akseptabilitas |
Derajat penyandaran diri para pengguna laporan pada laporan keuangan | ¨ Menelaah laporan keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan ¨ Membaca notulen rapat dewan direksi untuk menentukan berbagai rencana masa depan ¨ Menelaah Formulir 10K bagi sebuah perusahaan publik ¨ Membahas rencana-rencana keuangan dengan pihak manajemen |
Kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan | ¨ Melakukan analisa atas laporan keuangan untuk menilai gejala kesulitan keuangan dengan mempergunakan sejumlah rasio serta berbagai prosedur analitis lainnya ¨ Menelaah laporan arus kas historis maupun laporan proyeksi arus kas untuk mempelajari sifat arus kas masuk dan arus kas keluar |
Integritas manajemen | Mengikuti sejumlah prosedur yang telah dibahas pada bab 8 tentang perencanaan audit dan prosedur analitis |
Membuat Keputusan Risiko Akseptabilitas Audit
Untuk menilai risiko akseptibilitas audit, auditor, pertama-tama harus menilai setiap faktor yang dapat mempengaruhi risiko akseptabilitas. Tabel 9-3 mengilustrasikan berbagai metode yang dipergunakan oleh para auditor untuk melakukan penilaian pada masing-masing faktor dari ketiga faktor tersebut.
MENILAI RISIKO INHEREN
Pencantuman risiko inheren dalam model risiko audit berarti bahwa auditor harus berupaya untuk memprediksikan di manakah letak probabilitas salah saji yang paling banyak terjadi serta probabilitas salah saji yang paling sedikit terjadi dalam berbagai segmen laporan keuangan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Inheren
Beberapa faktor utama pada saat melakukan penilaian atas resiko inheren adalah :
- Sifat bisnis klien
Pada umumnya, tingkat risiko inheren dari satu bisnis dengan bisnis lainnya sangat beragam, terutama untuk risiko inheren yang terkandung pada akun-akun seperti akun persediaan, piutang dagang dan piutang kredit, serta aktiva tetap. Sifat bisnis klien seharusnya tidak memberikan pengaruh atau hanya memberikan pengaruh yang kecil saja pada tingkat risiko inheren yang terdapat dalam akun kas, surat utang dan utang hiporik.
- Temuan-temuan audit yang diperoleh dari audit-audit sebelumnya
Salah saji yang diketemukan pada audit tahun sebelumnya kemungkinan besar akan diketemukan kembali pada penugasan audit tahun berjalan. Hal ini diakibatkan karena sebagian besar jenis salah saji umumnya bersifat sistemik/teratur, serta organisasi-organisasi seringkali mengalami keterlambatan dalam melakukan sejumlah perubahan untuk menghapuskan salah saji tersebut. Oleh karena itu, auditor akan dianggap ceroboh jika ia mengabaikan temuan audit yang diperoleh pada audit tahun sebelumnya, pada saat ia melakukan penyusunan program audit atas penugasan audit tahun berjalan.
- Penugasan awal versus penugasan ulangan
Kurangnya temuan audit yang diperoleh dari penugasan audit tahun-tahun sebelumnya dapat menyebabkan para auditor menetapkan suatu tingkat risiko inheren yang lebih tinggi bagi penugasan audit awal daripada tingkat risiko inheren yang ditetapkan atas penugasan audit ulangan dimana pada penugasan audit sebelumnya tidak diketemukan salah saji yang material.
- Pihak-pihak terkait
Berbagai transaksi yang terjadi antara perusahaan induk dan perusahaan anak serta transaksi-transaksi yang terjadi antara pihak manajemen dengan entitas perusahaan merupakan contoh-contoh dari transaksi dengan pihak terkait sebagaimana yang terdefinisikan dalam SFAS 57. Karena berbagai transaksi ini tidak terjadi pada dua belah pihak yang saling independen yang bertransaksi sejauh jangkauan tangan saja, maka kemungkinan bahwa transaksi-transaksi tersebut mengalami salah saji lebih besar, sehingga mengakibatkan suatu peningkatan pada nilai risiko ineren.
- Berbagai transaksi nonrutin
Berbagai transaksi yang tidak umum dilakukan oleh klien memiliki kemungkinan yang lebih besar akan dicatat secara tidak benar oleh pihak klien daripada pencatatan atas berbagai transaksi yang rutin karena pihak klien kurang memiliki pengalaman dalam melakukan pencatatan atas hal tersebut.
- Pertimbangan yang diperlukan untuk mengoreksi pencatatan berbagai saldo dan transaksi akun
Contoh-contoh atas jenis akun ini adalah cadangan atas piutang tak tertagih, nilai persedian yang usang, kewajiban atas pembayaran waran, serta cadangan kerugian kredit bank. Serupa dengan hal itu, berbagai transaksi atas sejumlah perbaikan utama atau penggantian sebagian aktiva merupakan contoh-contoh dimana sejumlah perbandingan diperlukan.
- Penyusun populasi
Seringkali, berbagai item individual yang menyusun total populasi turut memberikan pengaruh pada ekspektasi auditor akan salah saji yang material.
Membuat Keputusan Risiko Inheren
Auditor harus mengevaluasi semua informasi yang dapat mempengaruhi tingkat risiko inheren serta memutuskan suatu tingkat risiko inheren yang tepat bagi setiap siklus, akun, dan dalam banyak situasi bagi setiap tujuan audit pula.
Memperoleh Informasi untuk Menilai Risiko Inheren
Para auditor memulai penilaian mereka atas risiko inheren selama fase perencanaan serta akan memperbaharui penilaian tersebut sepanjang penugasan audit. Pada saat auditor melakukan beraneka jenis pengujian dalam suatu penugasan audit, maka ia akan memperoleh tambahan informasi yang seringkali pula akan mempengaruhi tingkat penilaian awal.
Menilai Risiko Kecurangan
Untuk memenuhi persyaratan standar audit, sangat penting auditor menilai risiko dan memberi respon kepadanya daripada hanya medidentifikasinya mereka sebagai risiko aksepbilitas audit, risiko inheren, atau risiko pengendalian. Oleh karena itu banyak kantor audit menilai risiko kecurangan secara terpisah dari penilaian komponen model risiko.
Standart auditing yang diterima mengharuskan auditor untuk menilai resiko kesalahan pernyataan material sampai kecurangan. Ketika auditor mempertimbangkan resiko bawaan dan resiko pengendalian, auditor juga harus mempertimbangkan resiko kecurangan. Auditor biasanya mempertimbangkan resiko kesalahan pernyataan material dengan membagi dua tipe kecurangan: kecurangan laporan keuangan dan penyalahgunaan asset.
Untuk menilai risiko kecurangan auditor mengumpulkan informasi untuk mengetahui luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Segitiga kecurangan yang menggambarkan aspek umum dari seluruh kecurangan, yaitu:
1. Kesempatan untuk melakukan kecurangan.
2. Insentive atau tekanan.
3. Kemampuan untuk merasionalisasi kecurangan menjadi konsisten dengan nilai kepantasan internal.
Informasi yang Mempengaruhi Risiko Kecurangan
Untuk menilai luas ketiga kondidi kecurangan ini hadir, auditor harus mempertimbangkan:
1. Faktor risiko khusus yang berhubungan dengan pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva
2. Informasi diperoleh dari anggota tim audit yang berpengalaman, trmasuk bagaimana dan dimana perusahaan perusahaan bisa dicurigai untuk melakukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan
3. Respon pertanyaan auditor dari manajemen tentang pandangan mereka mengenai risiko kecurangan, tenntnang program dan pengendalian yang ada untuk membahas risiko kecurangan khusus yang diidentifikasikan
4. Hasil prosedur analitis yang diperoleh selama perencanaan yang menunjukan kemungkinan tidak jujur atau hubungan analitis yang tidak diharapkan
5. Pengetahuan yang diperoleh melalui hal penerimaan klien dan keputusan retensi, ulasan sementara dari laporan keuangan, dan pertimbangan risiko inheren
Membuat Risiko dari Keputusan Kecurangan
Auditor menggunakan semua informasi yang diperoleh untuk mengidentifikasikan risiko salah saji material karena kecurangan. Auditor bisa mengidentifikasikan risiko yang dapat menembus laporan keuangan sebagai keseluruhan. Auditor juga bisa mengidentifikasikan risiko untuk akun khusus atau kelas transaksi.
Merespon Risiko Kecurangan
Saat risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan telah didentifikasikan, pertama-tama auditor harus mendiskusikan penemuan ini dengan manajemen untuk mendapatkan pandangan manajemen tentang potensial kecurangan dan program serta kontrol yang ada yang telah dirancang untuk mencegah salah saji. Auditor harus merespon risiko kedalam tiga cara:
1. Merancang dan melakukan prosedur audit untuk mrngarah kepada risiko kecurangan yang teridentifikasi.
2. Mengubah keseluruhan perilaku dari audit untuk merespon risiko kecurangan yang teridentifikasi
3. Melakukan prosedur untuk mrngarahkan risiko manajemen menguasai kontrol.
Setelah selesai auditor harus mengevaluasi apakah hasil akumulasi dan prosedur audit mempengaruhi penilaian dari risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan yang dibuat sebelumnya dalam audit.
Hubungan antara Risiko dengan Bukti Audit dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko
Untuk memodifikasi bukti audit, ada dua cara dimana auditor bisa mengubah audit untuk merespons risiko, misalnya:
1. Perjanjian itu mungkin membutuhkan staf yang lebih berpengalaman. Kantor akuntan publik harus mempunyai staf yang bermutu, tetapi untuk klien dengan risiko audit rendah bisa diterima, perhatian khusus diberikan dalam pemilihan staf.
2. Perjanjian akan ditelaah kembali lebih teliti daripada biasanya. Kantor akuntan publik harus yakin bahwa arsip audit yang mendokumentasikan rencana audit, akumulasi bukti audit dan kesimpulan dan masalah lain dalam audit telah ditelaah dengan memadai. Saat risiko audit yang bisa diterima itu rendah, seringkali ada ulasan oleh personil yang tidak ditugaskan ke perjanjian itu.
Baik risiko pengendalian maupun risiko inheren umumnya ditentukan bagi setiap siklus, setiap akun dan seringkali pula bagi setiap tujuan audit, bukan bagi keseluruhan penugasan audit. Pengendalian intern memiliki tingkat keefektifan yang lebih tinggi untuk sejumlah akun yang terkait dengan saldo daripada atas akun-akun yang terkait dengan aktiva tetap. Risiko pengendalianpun akan berbeda bagi akun-akun yang berbeda pula tergantung pada tingkat efektivitas pengendalian yang ada.
Beberapa auditor menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang sama dengan tingkat akseptibilitas audit atas keseluruhan penugasan audit bagi setiap segmen auditnya. Sejumlah auditor lain menggunakan tingkat risiko akseptibilitas audit yang lebih tinggi bagi setiap segmen. Argumentasinya adalah adanya pengaruh interaksi-interaksi dari beragam akun dan transaksi yang menyusun laporan keuangan serta sinergi dari serangkaian uji-uji berganda. Dengan kata lain, jika seluruh segmen audit dapat diselesaikan pada tingkat risiko akseptibilitas audit tertentu,maka auditor dapat memiliki keyakinan bahwa risiko audit atas keseluruhan laporan keuangan dapat ditetapkan pada tingkat yang lebih rendah.
Karena tingkat risiko pengendalian dan tingkat risiko inheren sangat bervariasidari satu siklus ke siklus yang lain, adri satu akun ke akun yang lain, atau dari satu tujuan ke tujuan yang lain, maka tingkat risiko deteksi terencana serta jumlah bukti audit yang direncanakanpun menjadi bervariasi.
Pemakai yang dapat ditentukan sebelumnya
Risiko kecurangan bisa dinilai untuk seluruh audit atau persiklus, akun dan tujuan. Umpamanya sebuah insentif kuat untuk manajemen agar memenuhi harapan pendapatan yang cukup agresif bisa mempengaruhi audit sedangkan kerentanan terhadap pencurian persediaan bisa mempengaruhi akun persediaan. Baik untuk risiko kecurangan laporan keuangan dan risiko penyalahgunaan aktiva, fokusnya berada pada area khusus dari mwningkatnya risiko kecurangan dan merancang prosedur audit atau mengubah seluruh perilaku audit untuk merespon risiko tersebut.
Mengaitkan Nilai Salah Saji yang masih dapat ditoleransi dan risiko-risiko kepada Tujuan Audit yang Terkait dengan Saldo
Para auditor dapat mengasosiasikan sebagian besar risiko pada tujuan audit yang berbeda dengan efektif. Contohnya, tingkat keusangan persediaan kemungkinan besar tidak akan mempengaruhi tujuan audit lainnya selain dari tujuan audit atas nilai yang terealisasi.
Batasan-batasan pengukuran
Satu batasan utama dalam penerapan model risiko audit ini adalah kesulitas pengukuran berbagai komponen model. Penilaian atas risiko akseptibilitas audit, risiko inheren, dan risiko pengendalian, serta selanjutnya atas risiko deteksi terencana sangatlah subyektif dan terdiri dari sejumlah perkiraan terbaik. Untuk mengimbangi masalah pengukuran, sebagian besar mempergunakan istilah-istilah pengukuran yang lebar dan subyektif, seperti rendah, sedang dan tinggi. Tabel 9-6 menempilkan bagaimana cara para auditor mempergunakan informasi yang diperoleehnya untuk memutuskan nilai bukti audit yang dikumpulkan.
Tabel 9-6 Hubungan Risiko dengan Bukti Audit
Situasi | Risiko akseptibilitas audit | Risiko Inheren | Risiko pengendalian | Risiko Deteksi Rencana | Jumlah Bukti yang Diperlukan |
1 | Tinggi | Rendah | Rendah | Tinggi | Rendah |
2 | Rendah | Rendah | Rendah | Sedang | Sedang |
3 | Rendah | Tinggi | Tinggi | Rendah | Tinggi |
4 | Sedang | Sedang | Sedang | Sedang | Sedang |
5 | Tinggi | Rendah | Sedang | Sedang | Sedang |
Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing, tetapi sebagian besar auditor lebih memperhatikan masalah underauditing, karena dapat membawa kantor akuntan publik pada kewajiban hukum serta kehilangan reputasi profesionalnya. Untuk menghindarkannya para auaditor umumnya melakukan penialaian risiko secara konservatif.
Hubungan antara risiko, materialitas, dan bukti audit
Konsep-konsep materialitas dan risiko dalam auditing sangat terkait erat dan tak terpisahkan. Risiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sedangkan materialitasadalah suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-sama kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu besaran tertentu.
Mengevaluasi hasil
Setelah auditor melakukan perencanaan penugasan dan mengumpulkan bukti audit, hasil-hasil audit dapat dinyatakan dalam sejumlah istilah dari versi evaluasi atas model risiko audit. Antara lain:
AcAR = IR x CR x AcDR
Dimana:
AcAR = Achieved audit Risk (risiko Audit yang tercapai)
IR = Inherent Risk (Risiko inheren)
CR = Control Risk (risiko Pengendalian)
AcDR = Achieved detectionrisk (risiko deteksi yang tercapai)
Formula tersebut menunjukan bahwa terdapat tiga cara utnuk mengurangi tingkat risiko audit yang tercapai hingga mencapai suatu tingkat risiko yang dapat diterima:
1. Mengurangi tingkat risiko inheren
2. Mengurangi tingkat risiko pengendalian
3. Mengurangi tingkat risiko deteksi yang tercapai dengan meningkatkan uji-uji audit yang substantif
Penggabungan tiga jenis faktor ini yang dilakukan secara subyektif untuk mencapai suatu tingkat risiko audit yang dapat diterima yang rendah membutuhkan pertimbangan profesional yang matang.
Merevisi risiko-risiko dan bukti audit
Model risiko audit terutama merupakan sebuah model perencanaan dan selanjutnya dapat dipergunakan secara terbatas dalam melakukan evaluasi atas hasil-hasil audit. Perhatian harus diberikan dalam melakukan revisi atas faktor-faktor risiko ini ketika hasil-hasil audit yang secara aktual diperoleh tidak sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya.
Pertimbangan yang sangat hati-hati harus dilalkukan oleh auditor pada saat auditor membuat keputusan, dengan berdasarkan pada bukti audit yang dikumpulkan, bahwa penilaian awal atas risiko pengendalian atau risiko inheren telah diterapkan terlalu rendah atau risiko akseptibilitas audit telah ditetapkan terlalu tinggi. Dalam situasi ini auditor harus melkukan dua pendekatan, antara lain:
1. Auditor harus merevisi penilaian awal tentang risiko yang tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan pengaruh revisi tersebut terhadap kebutuhan akan bukti audit, tanpa menggunakan model risiko audit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar